Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari
bahasa Melayu. Namun, bahasa Indonesia sudah mengalami perkembangan.
Perkembangan bahasa Indonesia tersebut dipengaruhi banyak faktor, diantaranya
adalah penyerapan bentuk asing di laur bahasa Indonesia, baik dalam kata maupun
dalam bentuk struktur pembentuk dan perkembangan struktur bentuk itu berkenaan
dengan pemakaian bahasa.
Salah satu bentuk yang struktur yang mengalami
perkembangan dalam hal perkembangan struktur bentuk adalah bentuk reduplikasi
atau kata ulang. Reduplikasi atau bentuk pengulangan dalam bahasa Indonesia
terjadi baik pada tataran fonologis, morfologis, maupun dalam tataran sintaksis.
Reduplikasi tersebut sering digunakan oleh masyarakat.
Namun, mereka belum mengetahui konsep dari pengulangan yang mereka gunakan.
Bahkan penggunaan reduplikasi dalam bahasa Indonesia masih mengalami kesalahan
dan tidak sesuai dengan cara pengulangan yang terdapat dalam kajian morfologi
bahasa indonesia.
Dari uraian di atas, makalah ini dibuat untuk menginformasikan kepada
mahasiswa Universitas Jember khususnya
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
tentang bagaimana proses reduplikasi. Sehingga makalah ini berjudul ”
Reduplikasi dalam Bahasa Indonesia”.
Dalam makalah ini, beberapa yang akan dabahas adalah sebagai
berikut.
- Apa yang dimaksud reduplikasi?
- Bagaimana pembagian reduplikasi atau proses pengulangan?
- Bagaimana menentukan
bentuk dasar kata ulang?
- Apa saja macam-macam cara pengulangan?
- Apa makna dalam proses pengulangan?
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
- Untuk mengetahui pengertian reduplikasi;
- Untuk mengetahui pembagian reduplikasi atau proses pengulangan;
- Untuk mengetahui cara menentukan bentuk dasar kata ulang;
- Untuk mengetahui macam-macam
cara pengulangan;
- Untuk mengetahui makna dalam proses pengulangan.
Manfaat penulisan makalah ini adalah memberikan
informasi kepada mahasiswa Universitas Jember
khususnya mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia tentang reduplikasi dalam bahasa indonesia.
PEMBAHASAN
Pengertian Reduplikasi
Menurut M.Ramlan (1983:55), proses pengulangan atau
reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun
sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Soedjito (1995:109) berpendapat
bahwa pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar,
baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Sedangkan
menurut Masnur Muslich (1990:48), proses pengulangan merupakan peristiwa
pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun
sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks
maupun tidak.
Pembagian Reduplikasi Atau Proses Pengulangan
Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi merupakan mekanisme
yang penting dalam pembentukan kata, disamping afiksasi, komposisi dan
akronimisasi. Lalu, meskipun reduplikasi terutama adalah masalah morfologi,
masalah pembentukan kata, tetapi tampaknya ada juga reduplikasi yang menyangkut
masalah fonologi, masalah sintaksis dan masalah semantik.
1.
Reduplikasi fonologis
Reduplikasi fonologis berlangsung terhadap dasar yang
bukan akar atau terhadap bentuk yang statusnya lebih tinggi dari akar. Status
bentuk yang diulang tidak jelas dan reduplikasi fonologis ini tidak
menghasilkan makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna leksikal. Yang
termasuk reduplikasi fonologis ini adalah bentuk-bentuk seperti:
1)
Kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi. Bentuk-bentuk tersebut 'bukan'
berasal dari ku, da, pi, cin, dan si. Jadi , bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah
kata yang bunyi kedua suku katanya sama.
2)
Foya-foya, tubi-tubi, sema-sema, anai-anai, dan ani-ani. Bentuk-bentuk
ini memang jelas sebagai bentuk ulang, yang diulang secara utuh. Namun,
'bentuk' dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Dalam bahasa
Indonesia kini tidak ada akar foya, tubi,
sema, anai, dan ani.
3)
Laba-laba, kupu-kupu, paru-paru, onde-onde, dan rama-rama. Bentuk-bentuk
ini juga jelas sebagai bentuk ulang dan dasar yang diulang pun jelas ada,
tetapi hasil reduplikasinya tidak melahirkan makna gramatikal. Hasil
reduplikasinya hanya menghasilkan makna leksikal.
4)
Mondar-mandir, luntang-lantung, lunggang-langgang, kocar-kacir, dan teka-teki. Bentuk-bentuk
ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar pengulangannya. Sedangkan
maknanya pun hanyalah makna leksikal, bukan makna gramatikal. Dalam berbagai
buku tata bahasa tradisional, bentuk-bentuk ini disebut kata ulang semu (Lihat
Alisyahbana, 1953).
2.
Reduplikasi Sintaksis
Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya berupa akar,
tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi daripada sebuah
kata. Kridalaksana (1989) menyebutnya menghasilkan sebuah ‘ulangan kata’, bukan
‘kata ulang’. Contoh:
-
suaminya benar benar jantan.
-
jangan jangan kau dekati pemuda itu.
-
jauh jauh sekali negeri yang akan kita datangi
Bentuk-bentuk reduplikasi sintaksis
memiliki ikatan yang cukup longgar sehingga kedua unsurnya memiliki potensi
untuk dipisahkan. Perhatikan contoh berikut:
-
jangan kau dekati pemuda itu, jangan.
-
panas memang panas rasa hatiku.
-
benar suaminya benar jantan.
Reduplikasi sintaksis ini memiliki
makna ‘menegaskan’ atau ‘menguatkan’. Dalam hal ini termasuk juga reduplikasi
yang dilakukan terhadap sejumlah kata ganti orang (pronomina persona) seperti:
-
yang tidak
datang ternyata dia dia juga.
-
mereka mereka memang sengaja tidak diundang.
-
kita kita ini memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau.
Reduplikasi sintaksis termasuk juga
yang dilakukan terhadap akar yang menyatakan waktu. Contoh:
-
besok-besok kamu boleh datang kesini.
-
dalam minggu-minggu ini kabarnya beliau akan
datang.
-
hari-hari menjelang pilkada beliau tampak sibuk.
3. Reduplikasi Semantis
Reduplikasi semantis adalah
pengulangan “makna” yang sama dari dua buah kata yang bersinonim. Misalnya ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik
cendekia. Kita lihat ilmu dan kata pengetahuan
memiliki makna yang sama; kata alim dan
ulama juga memiliki makna yang sama.
Demikian juga kata cerdik dan cendekia.
Termasuk ke dalam bentuk ini adalah
bentuk-bentuk seperti segar bugar, muda
belia, tua renta, gelap gulita, dan kering
mersik. Namun, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku tata bahasa
dimasukkan ke dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara).
Memang bentuk segar bugar perubahan
bunyinya masih bisa dikenali, tetapi bentuk muda
belia dan kering mersik tidak
tampak sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua atau sebaliknya.
Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang
Setiap kata ulang memiliki satuan yang
diulang. Satuan yang diulang itu disebut bentuk dasar. Sebagian kata ulang
dengan mudah dapat ditentukan bentuk
dasarnya. Misalnya:
-
rumah-rumah : bentuk
dasarnya rumah
-
perumahan-perumahan : bentuk dasarnya perumahan
-
sakit-sakit :
bentuk dasarnya sakit
-
kebaikan-kebaikan : bentuk dasarnya
kebaikan
Tetapi tidak semua kata ulang dapat
dengan mudah ditentukan bentuk dasarnya. Dari pengamatan, dapat dikemukakan dua
petunjuk dalam menentukan bentuk dasar bagi kata ulang.
1. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan
kata. Dengan petunjuk ini, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang
yang termasuk golongan kata nominal berupa kata nominal, bentuk dasar bagi kata
ulang yang termasuk golongan kata verbal, baik kata kerja maupun kata sifat,
berupa kata verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan
kata bilangan juga berupa kata bilangan. Misalnya:
-
berkata-kata
(kata kerja) : bentuk
dasarnya berkata (kata kerja)
-
gunung-gunung
(kata nominal) : bentuk dasarnya gunung (kata nominal)
-
cepat-cepat
(kata sifat) : bentuk dasarnya
cepat ( kata sifat)
-
sepuluh-sepuluh
(kata bilangan) : bentuk dasarnya bilangan (kata bilangan)
-
pukul-memukul
(kata kerja) : bentuk
dasarnya memukul (kata kerja)
Namun demikian,
ada juga pengulangan yang mengubah golongan kata, ialah pengulangan dengan se-nya, misalnya :
-
tinggi : setinggi-tingginya
-
luas : seluas-luasnya
-
cepat : secepat-cepatnya
-
jelek : sejelek-jeleknya
Kata-kata setinggi-tingginya, seluas-luasnya,
secepat-cepatnya, dan sejelek-jeleknya
termasuk golongan kata keterangan karena kata-kata tersebut secara dominan
menduduki fungsi keterangan dalam satu klausa, sedangkan bentuk dasarnya, ialah
tinggi, luas, cepat, dan jelek
termasuk golongan kata sifat.
2. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat
dalam penggunaan bahasa. Misalnya kata ulang mempertahan-tahankan. Bentuk dasarnya bukannya mempertahan, melainkan mempertahankan
karena mempertahan tidak terdapat
dalam pemakaian bahasa. Demikian pula :
-
memperkata-katakan : bentuk dasarnya memperkatakan bukan memperkata
-
mengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan bukan mengata
-
menyadar-nyadarkan : bentuk dasarnya menyadarkan bukan menyadar
-
berdesak-desakan : bentuk dasarnya berdesakan bukan berdesak
Pada menulis-nuliskan terdapat dua
kemungkinan. Bentuk dasarnya mungkin menulis,
diulang menjadi menulis-nulis, kemudian
mendapat afiks –kan menjadi menulis-nuliskan,
atau mungkin pula kata itu terbentuk dari bentuk dasar menuliskan, diulang menjadi menulis-nuliskan.
Bentuk dasar bagi
kata ulang penting sekali artinya bagi penentuan golongan pengulangan.
Misalnya, jika kata kemerah-merahan dikatakan
terbentuk dari bentuk dasar merah, maka
pengulangan pada kata kemerah-merahan termasuk
golongan pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, tetapi
jika dikatakan terbentuk dari bentuk dasar kemerahan,
maka pengulangannya termasuk golongan pengulangan sebagian.
Contoh lain,
misalnya pengulangan pada kata minum-minuman.
Jika kata ini dikatakan terbentuk dari bentuk dasar minum, maka pengulangannya termasuk golongan pengulangan yang
berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, tetapi jika dikatakan terbentuk
dari bentuk dasar minuman, maka
pengulangannya termasuk golongan pengulangan sebagian.
Macam-Macam Cara Pengulangan
Berdasarkan cara mengulang bentuk
dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat golongan :
1. Pengulangan seluruh
Pengulangan seluruh ialah pengulangan
seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan
dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:
-
sepeda : sepeda-sepeda
-
kebaikan :
kebaikan-kebaikan
-
pembangunan :
pembangunan-pembangunan
-
pengertian :
pengertian-pengertian
2. Pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian ialah pengulangan
sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya.
Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks. Yang
berupa bentuk tunggal hanyalah kata lelaki
yang dibentuk dari bentuk dasar laki,
tetamu yang dibentuk dari bentuk dasar tamu,
beberapa yang dibentuk dari bentuk dasar berapa, pertama-tama yang dibentuk dari bentuk dasar pertama, dan segala-gala yang dibentuk dari bentuk dasar segala.
Kata pertama dan segala merupakan bentuk tunggal karena dalam deretan
morfologik tidak ada satuan yang lebih kecil dari kedua kata itu. Memang di
samping kata pertama, ada kata utama, tetapi kedua kata itu tidak dapat
dimasukkan dalam satu deretan morfologik. Meskipun keduanya mempunyai pertalian
bentuk, ialah keduanya mengandung unsur tama,
tetapi keduanya tidak memiliki pertalian arti sehingga kata pertama ditentukan sebagai satu morfem,
kata utama sebagai satu morfem pula.
Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk
kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya
sebagai berikut :
a. Bentuk meN-. Misalnya
mengambil => mengambil-ambil
membaca => membaca-baca
menjalankan => menjalan-jalankan
mempertunjukkan => mempertunjuk-tunjukkan
Pada kata meN- tidak diulang pada ambil yang
kedua karena bentuk asal kata mengambil-ambil adalah ambil,
berawal dengan vokal. Berbeda halnya dengan mengemas-ngemasi. Di sini,
nasal morfem meN- diulang pada ngemasi karena bentuk asal mengemas-ngemasi
berawal dengan konsonan. Bentuk asalnya bukan emas melainkan kemas.
b. Bentuk di – . Misalnya :
diusai =>
diusai-usai
ditarik =>
ditarik-tarik
dikemasi =>
dikemas-kemasi
ditanami =>
ditaman-tanami
c. Bentuk
ber–. Misalnya :
berjalan =>
berjalan-jalan
bermain =>
bermain-main
bersiap =>
bersiap-siap
berkata-kata =>
berkata-kata
d. Bentuk
ter–. Misalnya :
terbatuk =>
terbatuk-batuk
terbetur =>
terbentur-bentur
tergoncang =>
tergoncang-goncang
tersenyum =>
tersenyum-senyum
e. Bentuk
ber –an. Misalnya :
berhamburan =>
berhambur-hamburan
berjauhan =>
berjauh-jauhan
berdekatan =>
berdekat-dekatan
berpukulan =>
berpukul-pukulan
f. Bentuk
–an. Misalnya :
minuman =>
minum-minuman
tumbuhan =>
tumbuh- tumbuhan
karangan =>
karang-karangan
nyanyian =>
nyanyi-nyanyian
g. Bentuk
ke–. Misalnya :
kedua =>
kedua-dua
ketiga =>
ketiga-tiga
keempat =>
keempat-empat
kelima =>
kelima-lima
Pengulangan sebagian juga banyak terdapat dalam bahasa
Indonesia. Dalam pengulangan sebagianada kecenderungan untuk hanya mengulang
bentuk asalnya saja seperti contoh di atas.
3. Pengulangan
yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks
Dalam
golongan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses
pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata
ulang kereta-keretaan. Berdasarkan petunjuk penentuan bentuk dasar nomor
2, ialah bahwa bentuk dasar itu selalu berupa satuan yang terdapat dalam
penggunaan bahasa, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang
kereta-keretaan dan bukan *keretaan, mengingat satuan *keretaan tidak
terdapat dalam pemakaian bahasa. Yang menjadi masalah, bagaimana proses
terbentuknya bentuk dasar kereta menjadi kereta-keretaan.
Ada
dua pilihan. Pilihan pertama ialah bentuk dasar kereta diulang menjadi
kereta-kereta, l alu mendapat bubuhan afiks –an menjadi kereta-keretaan.
Jadi , prosesnya sebagai berikut :
kereta => kereta-kereta => kereta-keretaan
Pilihan kedua ialah bentuk dasar kereta diulang dan mendapat bubuhan
afiks –an. Jadi prosesnya :
kereta => kereta-keretaan
Dari faktor arti, pilihan pertama tidak mungkin.
Pengulangan bentuk dasar kereta
menjadi kereta-kereta menyatakan makna ‘banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan
bermakna ‘sesuatu yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’.
Jelaslah bahwa satu-satunya kemungkinan ialah pilihan pertama : kata kereta-keretaan
terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks –an
Beberapa contoh
lain, misalnya :
anak =>
anak-anakan
rumah =>
rumah-rumahan
orang =>
orang-orangan
Pengulangan dan
pembubuhan afiks pada bentuk dasarnya juga terjadi pada :
hitam => kehitam-hitaman
merah => kemerah-merahan
luas => seluas-luasnya
dalam =>
sedalam-dalamnya
4. Pengulangan
dengan perubahan fonem
Kata
ulang yang termasuk golongan ini hanya sedikit. Disamping bolak-balik
terdapat kata kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari
perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik dibentuk dari
bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan fonem, ialah dari
/a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.
Contoh lain
misalnya :
gerak =>
gerak-gerik
robek =>
robak-rabik
serba =>
serba-serbi
Pada
gerak-gerik terdapat perubahan fonem, dari fonem /a/ menjadi /i/; pada robak-rabik
terdapat perubahan fonem /o/ menjadi /a/ dan fonem /e/ menjadi /a/ dan /i/;
pada serba-serbi terdapat perubahan fonem /a/ menjadi /i/.
Perubahan fonem
juga terdapat pada perubahan fonem konsonan. Misalnya :
lauk =>
lauk-pauk
ramah =>
ramah-tamah
sayur =>
sayur-mayur
Makna dalam Proses Pengulangan
Proses pengulangan ada yang berfungsi mengubah golongan
kata, ada yang tidak. Pada kata ulang seperti cetak-mencetak,
potong-memotong, jilid-menjilid, proses pengulangan mempunyai fungsi
sebagai pembentuk kata nominal dari kata kerja, dan pada kata ulang secepat-cepatnya,
serajin-rajinnya, setinggi-tingginya, proses pengulangan berfungsi
sebagai pembentuk kata keterangan dari kata sifat, tetapi pada kata ulang
seperti bintang-bintangan, anak-anakan, memukul-mukul, pandang-memandang,
proses pengulangan tidak mengubah golongan kata.
Proses pengulangan menyatakan beberapa makna :
1. Menyatakan
makna ‘banyak’.
Kita
bandingkan kata rumah dengan kata rumah-rumah dalam kalimat dibawah ini. :
Rumah
itu sudah sangat tua.
Rumah-rumah
itu sudah sangat tua.
Kata rumah
dalam kalimat Rumah itu sudah sangat tua menyatakan
‘sebuah rumah’, sedangkan kalimat Rumah-rumah
itu sudah sangat tua menyatakan ‘banyak rumah’.
Contoh lain : binatang-binatang : ‘banyak binatang’
kunjungan-kunjungan : ‘banyak kunjungan’
penyakit-penyakit : ‘banyak penyakit’
Makna ‘banyak’ tidak selalu
dinyatakan dengan pengulangan. Misalnya dalam kalimat.
Beberapa orang anggota DPR mengadakan
peninjauan terhadap pembangunan rumah
penduduk.
Rumah penduduk banyak yang rusak
akibat claret tahun.
Kata rumah sudah menunjuk makna ‘banyak’ sehingga kata itu tidak perlu
diulang menjadi rumah-rumah.
2. Menyatakan makna ‘banyak’.
Berbeda
dengan sebelumnya, di sini makna ‘banyak’ itu tidak berhubungan dengan bentuk
dasar, melainkan berhubungan dengan kata yang “diterangkan”. Kata yang
“diterangkan” itu pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat,
misalnya kata rumah dalam frase rumah besar-besar, dan pada tataran
klausa menduduki fungsi sebagai subyek, misalnya kata rumah dalam klausa rumah itu
besar-besar. Pengulangan pada kata besar-besar
itu menyatakan makna ‘banyak’ bagi kata yang “diterangkan”, dalam hal ini yaitu
kata rumah.
Contoh
lain, misalnya:
Mahasiswa yang pandai-pandai mendapat beasiswa.
Pohon yang rindang-rindang itu pohon beringin.
3. Menyatakan
makna ‘tak bersyarat’.
Jika
tidak hujan, saya akan datang.
“kedatangan saya” mempunyai
syarat, ialah apabila tidak hujan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kata jika
dalam kalimat ituka menyatan makna ‘syarat’. Sebaliknya, dalam kalimat
Meskipun hujan, saya akan datang
“Kedatangan saya” tidak
bersyarat. Demikianlah kata meskipun menyatakan makna tak bersyarat.
Jambu-jambu mentah dimakannya.
Pengulangan pada kata jambu dapat digantikan dengan kata meskipun. Sehingga menjadi
Meskipun jambu mentah, dimakannya.
Pengulangan pada kata jambu menyatakan makna yang sama dengan
makna yang dinyatakan oleh kata meskipun,
ialah makna ‘tak bersyarat’.Contoh lain, misalnya:
Duri-duri diterjang :
‘meskipun duri diterjang’
Darah-darah diminum :
‘meskipun darah diminum’
4.
Menyatakan makna ‘yang
menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’. Dalam hal ini proses pengulangan berkombinasi
dengan proses pembubuhan afiks –an. Misalnya:
rumah-rumahan : ‘yang menyerupai
rumah’
anak-anakan : ‘yang
menyerupai anak’
Makna ‘menyerupai’ itu terdapat juga pada
kata-kata ulang seperti:
kewanita-wanitaan : ‘menyerupai wanita’
kemuda-mudaan : ‘menyerupai (anak)
muda’
kekanak-kanakan : ‘menyerupai anak’
5. Menyatakan
bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan berulang-ulang’. Misalnya:
berteriak-teriak : ‘berteriak
berkali-kali’
memukul-mukul : ‘memukul
berkali-kali’
menyobek-nyobek : ‘menyobek berkali-kali’
memanggil-manggil : ‘memanggil berkali-kali’
6. Menyatakan
bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya dilakukan dengan enaknya,
dengan santainya, atau dengan senangnya’. Misalnya:
Seluruh
anggota keluarga duduk-duduk di teras
muka.
Pengulangan pada kata duduk-duduk dalam kalimat itu menyatakan
bahwa ‘perbuatan itu dilakukan dengan enaknya, dengan santainya, dengan
senangnya, lagipula perbuatan itu dilakukan tanpa tujuan yang tentu’.
Contoh lain: berjalan-jalan :
‘berjalan dengan santainya’
makan-makan : ‘makan dengan santainya’
7. Menyatakan
bahwa ‘perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar itu dilakukan oleh dua pihak
dan saling mengenai’. Dengan kata lain, pengulangan itu menyatakan makna
‘saling’. Misalnya:
pukul-memukul : ‘saling memukul’
pandang
memandang : ‘saling memandang’
dorong-mendorong : ‘ saling mendorong’
Pengulangan
yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks ber –an ada juga yang menyatakan makna ‘saling’. Misalnya:
berpandang-pandangan : ‘saling memandang’
berkirim-kiriman
(surat) : ‘saling berkirim’ (surat)
8. Menyatakan
‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar’. Misalnya:
jahit-menjahit : ‘hal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan menjahit’
masak-memasak : ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
memasak’
cetak-mencetak : ‘hal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan mencetak’
9. Menyatakan
makna ‘agak’.
Bajunya
kehijau-hijauan.
Sebenarnya ‘baju’ itu tidak benar-benar
hijau, melainkan hanya tampak agak atau sedikit hijau. Demikianlah, pengulangan
yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ke
–an pada kata kehijau-hijauan
menyatakan makna ‘agak’ atau ‘sedikit’.
Contoh lain:
kemerah-merahan :
‘agak merah’
kebiru-biruan : ‘agak biru’
10. Menyatakan
makna ‘tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai’. Dalam hal ini
pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks se –nya. Misalnya:
sepenuh-penuhnya : ‘tingkat penuh yang paling
tinggi yang dapat dicapai ; sepenuh mungkin’
serajin-rajinnya
: ‘tingkat rajin yang paling tinggi yang dapat dicapai ; serajin
mungkin’
sekuat-kuatnya
: ‘tingkat kuat yang paling tinggi yang dapat dicapai ’ sekuat mungkin’
11. Selain makna-makna di atas, terdapat juga
proses pengulangan yang sebenarnya tidak mnengubah arti bentuk dasarnya,
melainkan hanya menyatakan intensitas perasaan. Kita bandingkan, kata mengharapkan
dengan mengharap-harapkan, membedakan dengan membeda-bedakan, berlarian
dengan berlari-larian.
PENUTUP
Dari penjelasan
reduplikasi yang dibahas pada bab sebelumnya, dapat kita simpulkan sebagai
berikut.
1. Reduplikasi
ialah pengulangan satuan gramatikal,baik seluruhnya maupun sebagian nya, baik
dengan variasi fonem maupun tidak.
2. Pembagian
reduplikasi atau proses pengulangan terdiri dari reduplikasi fonologi, reduplikasi sintaksis dan reduplikasi semantik.
3. Menentukan
bentuk dasar kata ulang dapat dilakukan dengan menggunakan dua petunjuk, yaitu : (1) Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata;
(2) Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam
penggunaan bahasa.
4. Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan
dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu
pengulangan seluruh,
pengulangan sebagian,
pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dan pengulangan
dengan perubahan fonem.
5. Proses
pengulangan menyatakan beberapa makna antara lain menyatakan makna banyak, tak
bersyarat, menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar, perbuatan pada
bentuk dasar dilakukan berulang-ulang, perbuatan yang dilakukan dengan dengan
santainya, perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai, hal-hal
yang berhubungan dengan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar, bermakna agak,
menyatakan makna tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai, serta terdapat juga proses pengulangan yang
sebenarnya tidak mengubah arti bentuk dasarnya, melainkan hanya menyatakan
intensitas perasaan.
Makalah dengan judul “Reduplikasi
dalam Bahasa Indonesia” ini masih serba terbatas. Oleh sebab itu, di sarankan
kepada semua pihak untuk mengembangkan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta.
Ramlan, M. 1983. Morfologi S
0 komentar:
Posting Komentar