This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 27 Februari 2015

Makalh Perkembangan Peserta Didik




       


1.1       RUMUSAN MASALAH
1.       Apa yang dimaksud karakteristik secara luas ?
2.       Bagaimana konsep karakteristik umum siswa SMP ?
3.       Bagaimana konsep karakteristik umum siswa SMA ?
4.       Apa saja kendala-kendala yang dialami anak usia sekolah menengah di sekolah ?
5.       Bagaimana implikasi bagi guru agar bisa menerapkan teori dengan baik ?

1.2               TUJUAN DAN MANFAAT
1.       Untuk mengetahui pengertian karakteristik secara luas.
2.       Untuk mengetahui bagaimana konsep karakteristik umum siswa SMP.
3.       Untuk mengetahui bagaimana konsep karakteristik umum siswa SMA.
4. Untuk mengetahui apa saja kendala-kendala yang dialami   anak usia sekolah menengah.
5.Untuk mengetahui bagaimana implikasi guru agar bisa menerapkan teori di sekolah dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
           
2.1        TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum istilah “karakter” yang sering disamakan dengan istilah “temperamen” ,”tabiat”, “watak” atau “akhlak” yang memberinya sebuah definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Secara harfiah menurut beberapa bahasa, karakter memiliki berbagai arti seperti : “kharacter” (latin) berarti instrument of marking, “charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir), “watek” (Jawa) berarti ciri wanci; “watak” (Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, Sehingga Doni Kusuma (2007:80) istilah karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
2.1.1     Konsep Karakteristik siswa SMP dan SMA

Ketika anak – anak memasuki masa remaja konsep diri mereka mengalami perkembangan yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri mereka. Santrock (1998) menyebutkan sejumlah karakterisktik penting perkembangan konsep diri  pada masa remaja yaitu :
a.       Abstrak and idealistc
Pada masa remaja anak – anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri mereka dengan kata – kata yang abstrak dan idealistik. Gambaran tentang konsep diri yang abstrak misalnya dapat dilihat dari pernyataan remaja usia 14 tahun mengenai dirinya. “Saya seorang manusia. Saya tidak dapat memutuskan sesuatu saya tidak tahu siapa diri saya.” Sedangkan deskripsi idealistik dari konsep diri remaja dapat dilihat dari pernyataan. “Saya orang yang sensitive, yang sangat peduli terhadap perasaan orang lain. Saya rasa, saya cukup cantik.” Meskipun tidak semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkannya.

b.       Differentiated
Konsep diri remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan anak yang lebih muda remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi. Misalnya remaja berusaha menggambarkan dirinya menggunakan sejumlah karakteristik dalam hubungannya dengan keluarganya, atau dalam hubungannya dengan teman sebaya, dan bahkan dalam hubungan yang romantis dengan lawan jenisnya. Singkatnya, dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih mungkin memahami bahwa dirinya memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda, sesuai dengan peran atau konteks tertentu.

c.       Contracdictions within the self
Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya kedalam sejumlah peran dan dalam konteks yang berbeda beda, maka munculah kontradiksi antara diri-diri yang terdiferensiasi ini.
Dalam sebuah penelitian Susan Harter(1986) meminta siswa kelas 7 sembilan dan sebelas untuk mendeskripsikan diri mereka. Harter akhirnya menemukan bahwa terdapat sejumlah istilah yang kontradiktif yang digunakan remaja dalam mendeskripsikan dirinya(seperti jelek dan menarik, mudah busan dan ingin tahu, peduli dan tak peduli, tertutup dan suka bersenang-senang) meningkat secara dramatis antar kelas tujuh dan kelas sembilan. Gambaran diri yang kontradiktif ini berkurang jumlahnya pada siswa kelas 11, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa kelas 7.
d.       The fluciating self. 
Sifat yang kontradiktif dalam diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang tidak mengejutkan. Seorang peneliti menjelaskan sifat fluktuasi dari diri remaja tersebut dengan metafora. Diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan hingga masa dimana remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir, bahkan hingga masa dewasa awal.

e.       Real and ideal true dan false selves
Munculnya kemampuan remaja untuk mengkontruksikan diri ideal mereka disamping diri yang sebenarnya, merupakan sesuatu yang membingungkan bagi remaja  tersebut. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan anatra diri yng nyata dengan diri yang ideal menunjukan adanya peningkatan kemampuan kognigtif mereka. Tetapi, carl rogers yakin bahwa adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri ideal menunjukan ketidak  mampuan remaja untuk menyesuaikan diri. Penelitian yang dilakukan strachen dan jones (1982) menunjukan bahwa pada pertenrgahan masa remaja terjadi dikrepansi yang lebih besar antara diri yang nyata dengan diri ideal dibandingkan dengan pada awal dan akhir masa remaja.
Remaja cenderung menunjukkan diri yang palsu ketika berada di lingkungan teman-teman dikelasnya. Namun ketika berada bersama teman dekatnya remaja menunjukkan yang asli. Diri yang palsu ditunjukkan oleh remaja untuk orang lain mengaguminya, untuk mencoba perilaku atau peran baru yang disebabkan adanya pemaksaan dari orang lain untuk berprilaku palsu, karena orang lain tersebut tidak memahami diri remaja yang sebenarnya.
f.        Social comparison.
 Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa, dibandingkan dengan anak-anak, remaja lebih sering menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun kesediaan remaja untuk mengakui bahwa mereka menggunakan perbandingan social untuk mengevaluasi diri mereka sendiri cenderung menurun pada masa remaja, karena menurut mereka perbandingan sosial itu tidaklah diinginkan. Menurut remaja, terungkapnya motif perbandingan sosial mereka akan membahayakan popularitas mereka.

g.      Self-consciou
Karakter lain dari konsep diri remaja adalah bahwa remaja lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan tentang pemahaman diri mereka. Remaja menjadi lebih introspektif, yang mana hal ini merupakan bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari eksplorasi diri. Namun introspeksi tidak selalu terjadi  ketika remaja berada dalam keadaan isolasi sosial. Remaja kadang-kadang meminta dukungan dan penjelasan dari teman temannya memperoleh opini teman-temannya mengenai definisi diri yang baru muncul.

h.       Self-protective
Mekanisme untuk mempertahankan diri merupakan salah satu aspek dari konsep diri remaja dalam upaya elindungi dirinya, remaja cenderung menolak adanya karakteristik negatif dalam diri mereka. Gambaran diri yang positif seperti menarik, suka bersenang senang dan ingin tahu, lebih sering disebutkan sebagai bagian inti dari diri remaja yang penting. Sedangkan gambaran diri yang negatif seperti jelek, egois dan gugup lebih disebutkan sebagai bagian pinggir.
·         Unconscious. Konsep diri remaja melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti komponen yang disadari. Pengenalan seperti ini tidak muncul masa remaja akhir. Artinya, remaja yang lebih tua lebih yakin akan adanya aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental diri mereka yang berada diluar kesadaran atau kontrol mereka dibandingkan dengan remaja yang lebih mudah.
·         Self-integraion.Terutama pada masa remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana bagian yang berbeda beda dari diri secara sistematik menjadi satu kesatuan. Remaja yang lebih tua, lebih mampu mendeteksi adanya ketidakkonsistenan dalam gambaran diri mereka pada masa sebelumnya ketika ia berusaha untuk mengkontruksikan teori meneganai diri secara umum, atau suatu pemikiran yang terintegrasi dari identitas. Ketika remaja menghadapi tekanan untuk membagi bagi diri menjadi sejumlah peran, munculah pemikiran formal operasional yang mendorong proses integrasi dan perkembangan dari suatu teori diri yang konsisten dan koheren.

2.2        PENERAPAN DAN KENDALA-KENDALA ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH DI SEKOLAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK  PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
1.       Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Untuk membahas perkembangan kognitif  (berpikir) pada  anak saat berada di sekolah menengah pertama (SMP), dikemukakan pandangan dari Piaget, Vigotksy, dan para ahli psikologi pemrosesan informasi (information-processing theory).
Arajoo T.V (1986) menyatakan bahwa aspek kognitif meliputi fungsi intelektual seperti pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan berpikir. Untuk siswa SMP, perkembangan kognitif utama yang dialami adalah formal operasional, yang mampu berpikir abstrak dengan menggunakan simbol-simbol tertentu atau mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit, seperti peningkatan kemampuan analisis, kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam. Selain itu, ada peningkatan fungsi intelektual, kapabilitas memori dalam bahasa dan perkembangan konseptual. Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat vital untuk kegiatan kognitif.
Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif anak pada saat berada di Sekolah Menengah Pertama(SMP), berada pada tahap “Formal operation stage”, yaitu tahap ke empat atau terakhir dari tahapan kognitif. Tahapan berpikir formal ini terdiri atas dua subperiode (Broughton dalam John W.Santrock, 2010:97), yaitu:
a.      Early formal operation thought, yaitu kemampuan remaja untuk berpikir dengan cara-cara hipotetik yang menghasilkan pikiran-pikiran sukarela (bebas) tentang berbagai kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam periode awal ini, remaja mempersepsi dunia sangat bersifat  subjektif dan idealistik.
b.      Late formal operational thought, yaitu remaja mulai menguji pikirannya berlawanan dengan pengalamannya, dan mengembalikan keseimbangan intelektualnya. Melalui akomodasi (penyesuaian terhadap informasi/hal baru), remaja mulai dapat menyesuaikan terhadap bencana atau kondisi pancaroba yang telah dialalminya.
Keating merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi formal, yaitu sebagai berikut :
Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadarannya sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang nyata dan konkret dengan abstrak dan mungkin.
Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya sehari-hari.
Berpikir operasi formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir.

2.       Perkembangan dalam sikap Emosional
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembanga emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematang emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Meskipun pada usia remaja kemampuan kognitifnya telah berkembang dengan baik, yang memungkinkannya untuk dapat mengatasi stres atau fluktuasi emosi secara efektif, tetapi ternyata masih banyak remaja yang belum mampu mengelola emosinya, sehingga mereka banyak mengalami depresi, marah-marah, dan kurang mampu meregulasi emosi. Kondisi ini dapat memicu masalah, seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang. Dalam suatu penelitian  dikemukakan bahwa regulasi emosi sangat penting bagi keberhasilan akademik. Remaja yang sering mengalami emosi yang negarif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah.

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS
1.       Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Kemampuan kognitif  terus berkembang selama masa SMA. Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa SMA tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa SMA akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan.
Perkembangan kognitif pada fase usia dewasa awal, dikemukakan oleh Schaie (1997) bahwa tahap-tahap kognitif  Piaget menggambarkan peningkatan efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Sebagai contoh, pada masa dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.
2.       Perkembangan dalam Sikap Emosional
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan.
Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.

2.3        IMPLIKASI BAGI GURU
Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru diharapkan untuk :
1.       Menerapkan model pembelajaran  yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik – topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi
2.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan – kegiatan yang positif.
3.       Menerapkana pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individu atau kelompok kecil.
4.       Meningkatkan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi siswa
5.       Tampil mejadi teladan yang baik bagi siswa
6.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab

Search This Blog